Padepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, Indonesia
Padepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, Indonesia
10Jun2024

Mitos Dan Makna Tradisi Tedak Siten Dalam Primbon Jawa

Mitos dan Makna Tradisi Tedak Siten dalam Primbon Jawa

Tedak siten merupakan salah satu tradisi Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi ini dilakukan ketika seorang anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Dalam bahasa Jawa, "tedak" berarti turun, sedangkan "siten" berarti tanah. Jadi, tedak siten secara harfiah berarti turun ke tanah.

Tradisi tedak siten memiliki banyak makna dan simbolisme dalam budaya Jawa. Menurut Primbon Jawa, sebuah kitab kuno yang berisi pedoman hidup masyarakat Jawa, tradisi ini memiliki beberapa mitos dan makna penting.

Mitos Tedak Siten

  • Mitos Pertama: Tedak siten dipercaya sebagai simbol bahwa anak telah siap untuk menghadapi dunia luar. Dengan menginjakkan kaki di tanah, anak diharapkan dapat tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.
  • Mitos Kedua: Tradisi ini juga diyakini sebagai cara untuk menghormati Dewi Sri, dewi padi dan kesuburan. Dengan menginjakkan kaki di tanah, anak diharapkan dapat memperoleh berkah dari Dewi Sri agar hidupnya selalu diberkahi dengan kemakmuran dan kesuburan.
  • Mitos Ketiga: Tedak siten dipercaya dapat menentukan masa depan anak. Arah pertama yang dituju anak saat menginjakkan kaki di tanah dipercaya akan menunjukkan jalan hidupnya di masa depan.

Makna Tradisi Tedak Siten

Selain mitos-mitos tersebut, tradisi tedak siten juga memiliki beberapa makna penting dalam Primbon Jawa:

  • Makna Pertama: Tradisi ini merupakan simbol dari transisi anak dari masa bayi ke masa kanak-kanak. Dengan menginjakkan kaki di tanah, anak dianggap telah memasuki tahap kehidupan yang baru.
  • Makna Kedua: Tedak siten juga merupakan bentuk doa dan harapan orang tua agar anaknya dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik, berakhlak mulia, dan sukses dalam hidupnya.
  • Makna Ketiga: Tradisi ini menjadi pengingat bagi anak-anak tentang pentingnya menghormati bumi dan alam sekitar. Dengan menginjakkan kaki di tanah, anak diharapkan dapat menghargai dan menjaga kelestarian lingkungan.

Prosesi Tradisi Tedak Siten

Prosesi tradisi tedak siten biasanya dilakukan dengan meriah. Berikut adalah beberapa langkah umum dalam prosesi tersebut:

  1. Persiapan: Orang tua menyiapkan berbagai sesaji, seperti nasi tumpeng, jajanan pasar, dan bunga-bunga.
  2. Pembukaan: Acara dimulai dengan doa dan pembacaan mantra oleh sesepuh atau pemuka agama.
  3. Penurunan Anak: Anak digendong oleh orang tua atau kakek-neneknya dan diturunkan ke tanah.
  4. Langkah Pertama: Anak dibiarkan berjalan beberapa langkah ke berbagai arah. Arah pertama yang dituju anak dipercaya akan menunjukkan jalan hidupnya di masa depan.
  5. Pemberian Sesaji: Anak diberikan berbagai sesaji, seperti nasi tumpeng, jajanan pasar, dan uang.
  6. Doa dan Harapan: Orang tua dan keluarga memanjatkan doa dan harapan agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan sukses.

Kesimpulan

Tradisi tedak siten merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi ini memiliki banyak mitos dan makna penting dalam Primbon Jawa. Selain sebagai simbol transisi dari masa bayi ke masa kanak-kanak, tedak siten juga merupakan bentuk doa dan harapan orang tua agar anaknya dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan sukses. Melalui tradisi ini, masyarakat Jawa mengajarkan anak-anaknya tentang pentingnya menghormati bumi dan alam sekitar.

Mitos dan Makna Tradisi Tedak Siten dalam Primbon Jawa

Tradisi Tedak Siten merupakan salah satu ritual penting dalam budaya Jawa yang dilakukan untuk merayakan momen anak pertama kali menginjakkan kaki ke tanah. Tradisi ini sarat akan makna dan simbolisme yang telah diwariskan turun-temurun dalam Primbon Jawa.

Mitos Seputar Tradisi Tedak Siten

Dalam Primbon Jawa, terdapat beberapa mitos yang dipercaya terkait tradisi Tedak Siten, antara lain:

  • Melangkah di Atas Benda Berharga: Anak yang melakukan Tedak Siten akan diinjakkan pada benda-benda berharga, seperti emas, perak, atau perhiasan. Hal ini diyakini dapat membawa keberuntungan dan kemakmuran bagi anak di masa depan.
  • Menginjak Tanah dengan Benar: Anak harus menginjak tanah dengan benar, yaitu dengan kaki kanan terlebih dahulu. Hal ini melambangkan langkah awal yang baik dan perjalanan hidup yang lancar.
  • Tidak Boleh Menoleh ke Belakang: Setelah menginjak tanah, anak tidak boleh menoleh ke belakang. Hal ini diyakini dapat menghambat perkembangan dan kemajuan anak di masa depan.

Makna Simbolis Tradisi Tedak Siten

Selain mitos, tradisi Tedak Siten juga memiliki makna simbolis yang mendalam:

  • Peralihan dari Bayi ke Anak: Tedak Siten menandai peralihan anak dari masa bayi ke masa kanak-kanak. Anak mulai belajar berjalan dan mengeksplorasi lingkungan sekitarnya.
  • Belajar Mengenal Kehidupan: Tradisi ini mengajarkan anak tentang pentingnya langkah pertama dan pengambilan keputusan. Anak dihadapkan pada berbagai pilihan benda yang akan diinjak, melambangkan pilihan-pilihan yang akan dihadapi dalam hidup.
  • Doa dan Harapan: Tedak Siten merupakan momen bagi orang tua untuk mendoakan dan menyampaikan harapan terbaik bagi anak. Benda-benda yang diinjak melambangkan doa dan harapan orang tua agar anak memiliki masa depan yang cerah.

Prosesi Tradisi Tedak Siten

Prosesi Tedak Siten biasanya dilakukan saat anak berusia sekitar tujuh bulan. Prosesi ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

  1. Pembersihan: Anak dimandikan dengan air kembang dan diberi pakaian baru.
  2. Upacara: Anak diinjakkan pada benda-benda berharga yang telah disiapkan.
  3. Doa dan Harapan: Orang tua memanjatkan doa dan menyampaikan harapan terbaik bagi anak.
  4. Syukuran: Setelah prosesi selesai, biasanya diadakan syukuran dengan mengundang keluarga dan kerabat.

Kesimpulan

Tradisi Tedak Siten dalam Primbon Jawa merupakan ritual yang sarat akan makna dan simbolisme. Tradisi ini menandai peralihan anak dari bayi ke anak, mengajarkan tentang pentingnya langkah pertama, dan menjadi wadah bagi orang tua untuk mendoakan dan menyampaikan harapan terbaik bagi anak.

FAQ Unik

  1. Apakah Tedak Siten hanya dilakukan untuk anak pertama?

    • Tidak, Tedak Siten dapat dilakukan untuk semua anak, tetapi biasanya lebih diutamakan untuk anak pertama.
  2. Berapa jumlah benda yang diinjak saat Tedak Siten?

    • Jumlah benda yang diinjak bervariasi, tetapi biasanya sekitar tujuh hingga sembilan benda.
  3. Apakah ada benda tertentu yang tidak boleh diinjak saat Tedak Siten?

    • Ya, benda-benda tajam atau berbahaya tidak boleh diinjak, seperti pisau atau pecahan kaca.
  4. Apa yang terjadi jika anak menoleh ke belakang saat Tedak Siten?

    • Dalam mitos Jawa, dipercaya bahwa anak yang menoleh ke belakang saat Tedak Siten akan mengalami kesulitan dalam hidup.
  5. Apakah Tedak Siten masih dilakukan oleh masyarakat Jawa modern?

    • Ya, tradisi Tedak Siten masih banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa, meskipun mungkin ada beberapa variasi dalam pelaksanaannya.
Dibaca 52x
Lainnya

0 Komentar

Tinggalkan Komentar