Padepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, Indonesia
Padepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, IndonesiaPadepokan Tapakwangu Kedung Pengilon Kec Pangkah Kabupaten Tegal, Slawi, Indonesia
13Mei2024

Keunikan Tradisi Sekaten Di Yogyakarta

Keunikan Tradisi Sekaten di Yogyakarta: Perpaduan Budaya dan Religi

Tradisi Sekaten merupakan salah satu warisan budaya yang masih dilestarikan di Yogyakarta. Tradisi ini memiliki keunikan tersendiri yang memadukan unsur budaya dan religi, sehingga menjadikannya sebuah atraksi yang menarik bagi wisatawan.

Asal-Usul Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten berawal pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1633. Tradisi ini diciptakan sebagai bentuk syukur atas kemenangan Mataram Islam dalam menaklukkan Kerajaan Pajang. Untuk merayakan kemenangan tersebut, Sultan Agung memerintahkan untuk membuat dua buah gamelan besar yang diberi nama "Kyai Sekati" dan "Kyai Guntur Madu".

Gamelan tersebut kemudian ditabuh selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. Tabuhan gamelan ini dipercaya dapat menolak bala dan membawa keberkahan bagi masyarakat. Sejak saat itulah, tradisi Sekaten terus dilestarikan hingga sekarang.

Rangkaian Acara Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten diawali dengan upacara "Grebeg Sekaten" yang digelar pada tanggal 5 Mulud (bulan ketiga dalam kalender Jawa). Upacara ini ditandai dengan dikeluarkannya dua buah gunungan yang terbuat dari hasil bumi, yaitu Gunungan Lanang (laki-laki) dan Gunungan Wadon (perempuan).

Gunungan tersebut kemudian diarak dari Keraton Yogyakarta menuju Masjid Gede Kauman. Setelah sampai di masjid, gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat yang hadir. Masyarakat percaya bahwa siapa saja yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan tersebut akan mendapatkan berkah dan rezeki.

Setelah upacara Grebeg Sekaten, rangkaian acara dilanjutkan dengan "Sekatenan". Sekatenan adalah acara tabuh gamelan Kyai Sekati dan Kyai Guntur Madu yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam di Masjid Gede Kauman.

Tabuhan gamelan tersebut diiringi dengan pembacaan kitab-kitab suci agama Islam, seperti Al-Qur’an dan Hadis. Pembacaan kitab suci ini bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Makna Filosofis Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten memiliki makna filosofis yang mendalam. Gunungan yang diarak dalam upacara Grebeg Sekaten melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan tabuhan gamelan selama Sekatenan melambangkan syukur dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, tradisi Sekaten juga menjadi simbol persatuan dan kerukunan masyarakat Yogyakarta. Upacara Grebeg Sekaten dan Sekatenan dihadiri oleh masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah hingga masyarakat biasa.

Atraksi Wisata yang Menarik

Tradisi Sekaten telah menjadi salah satu atraksi wisata yang menarik di Yogyakarta. Wisatawan dapat menyaksikan langsung upacara Grebeg Sekaten dan mendengarkan tabuhan gamelan selama Sekatenan.

Selain itu, wisatawan juga dapat mengunjungi Keraton Yogyakarta untuk melihat gamelan Kyai Sekati dan Kyai Guntur Madu. Gamelan tersebut merupakan karya seni yang luar biasa dan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Yogyakarta.

Pelestarian Tradisi Sekaten

Tradisi Sekaten merupakan warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Yogyakarta. Pemerintah Daerah Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta terus berupaya melestarikan tradisi ini dengan menggelar berbagai acara dan kegiatan yang berkaitan dengan Sekaten.

Selain itu, masyarakat juga turut berperan dalam melestarikan tradisi Sekaten dengan berpartisipasi dalam upacara Grebeg Sekaten dan Sekatenan. Dengan demikian, tradisi ini diharapkan dapat terus dilestarikan dan menjadi kebanggaan masyarakat Yogyakarta.

Kesimpulan

Tradisi Sekaten di Yogyakarta merupakan perpaduan unik antara budaya dan religi yang telah menjadi warisan budaya yang berharga. Rangkaian acara yang menarik, makna filosofis yang mendalam, dan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya menjadikan tradisi ini sebagai atraksi wisata yang menarik dan patut untuk dilestarikan.

Keunikan Tradisi Sekaten di Yogyakarta: Perpaduan Budaya Jawa dan Islam

Sekaten, sebuah tradisi tahunan yang telah mengakar dalam budaya Yogyakarta selama berabad-abad, merupakan perpaduan unik antara unsur-unsur Jawa dan Islam. Tradisi ini diadakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjadi salah satu acara budaya paling penting di Yogyakarta.

Asal-usul dan Sejarah

Tradisi Sekaten diperkenalkan ke Yogyakarta oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1633. Sultan, yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang taat beragama, ingin menciptakan sebuah acara yang dapat mempersatukan masyarakat Jawa dan Islam.

Nama "Sekaten" berasal dari kata Arab "syahadatain", yang berarti dua kalimat syahadat. Tradisi ini awalnya diadakan selama tujuh hari, dimulai pada tanggal 5 Rabiul Awal (bulan ketiga dalam kalender Islam) dan diakhiri pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Prosesi dan Ritual

Tradisi Sekaten dimulai dengan pemasangan dua gamelan pusaka, Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu, di halaman Masjid Agung Yogyakarta. Gamelan ini kemudian ditabuh setiap malam selama sembilan hari berturut-turut, dari pukul 18.00 hingga 24.00.

Selain penabuhan gamelan, tradisi Sekaten juga diwarnai dengan berbagai ritual dan acara, seperti:

  • Grebeg Mulud: Sebuah prosesi yang diadakan pada tanggal 12 Rabiul Awal, di mana dua gunungan nasi tumpeng yang dihias dengan berbagai macam lauk-pauk diarak dari Keraton Yogyakarta ke Masjid Agung. Gunungan ini kemudian dibagikan kepada masyarakat sebagai simbol berkah.
  • Kenduri Agung: Sebuah jamuan makan besar yang diadakan di Keraton Yogyakarta setelah Grebeg Mulud. Acara ini dihadiri oleh Sultan, keluarga kerajaan, dan para pejabat tinggi.
  • Wayang Kulit: Pertunjukan wayang kulit yang diadakan setiap malam selama tradisi Sekaten. Pertunjukan ini biasanya menampilkan lakon-lakon yang bertemakan kisah-kisah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

Makna Simbolis

Tradisi Sekaten memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Yogyakarta. Penabuhan gamelan melambangkan syiar Islam yang menyebar ke seluruh penjuru negeri. Gunungan nasi tumpeng mewakili kemakmuran dan kesuburan. Sementara itu, pertunjukan wayang kulit berfungsi sebagai sarana pendidikan dan hiburan bagi masyarakat.

Keunikan dan Daya Tarik

Tradisi Sekaten di Yogyakarta memiliki beberapa keunikan yang membedakannya dari tradisi serupa di daerah lain, antara lain:

  • Perpaduan Budaya: Sekaten merupakan perpaduan harmonis antara unsur-unsur Jawa dan Islam, yang tercermin dalam musik gamelan, tarian, dan ritual-ritualnya.
  • Kesenian Tradisional: Tradisi Sekaten menjadi wadah bagi pelestarian kesenian tradisional Jawa, seperti gamelan, wayang kulit, dan tari-tarian.
  • Partisipasi Masyarakat: Tradisi Sekaten melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat Yogyakarta, mulai dari pengrajin yang membuat gunungan nasi tumpeng hingga penonton yang memadati halaman Masjid Agung untuk menyaksikan penabuhan gamelan.

Kesimpulan

Tradisi Sekaten di Yogyakarta adalah sebuah perayaan budaya yang unik dan penuh makna. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari identitas Yogyakarta dan terus menarik perhatian wisatawan dari seluruh dunia. Perpaduan harmonis antara unsur-unsur Jawa dan Islam, serta keterlibatan aktif masyarakat, menjadikan Sekaten sebuah acara yang sangat istimewa dan tak terlupakan.

FAQ Unik

  1. Mengapa gamelan ditabuh selama sembilan hari?

    • Angka sembilan dianggap sebagai angka keramat dalam budaya Jawa dan melambangkan Wali Songo, sembilan wali yang menyebarkan Islam di Jawa.
  2. Apa makna dari gunungan nasi tumpeng?

    • Gunungan nasi tumpeng melambangkan kemakmuran dan kesuburan. Bentuknya yang mengerucut ke atas melambangkan harapan dan doa untuk kehidupan yang lebih baik.
  3. Siapa yang membuat gunungan nasi tumpeng?

    • Gunungan nasi tumpeng dibuat oleh para abdi dalem (pelayan istana) Keraton Yogyakarta. Mereka memiliki keterampilan khusus dalam membuat gunungan yang indah dan bermakna.
  4. Apakah ada larangan khusus selama tradisi Sekaten?

    • Ya, ada beberapa larangan selama tradisi Sekaten, seperti larangan mengadakan acara pernikahan dan perayaan yang meriah. Larangan ini dimaksudkan untuk menghormati bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
  5. Di mana saya bisa menyaksikan tradisi Sekaten?

    • Tradisi Sekaten diadakan di halaman Masjid Agung Yogyakarta. Masyarakat dapat menyaksikan penabuhan gamelan, Grebeg Mulud, dan pertunjukan wayang kulit secara gratis.
Dibaca 101x
Lainnya

0 Komentar

Tinggalkan Komentar