MAULIDAN DIIRINGI GAMELAN, APA BOLEH???
Sebagai orang Jawa, mustinya irama music gamelan sudah sangat akrab di telinga. Bagaimana tidak, termasuk dari gamelanlah yang pada akhirnya menjadikan para simbah-simbah bangsa jawa memeluk islam. Terlepas dari, apakah simbah-simbah dahulu terpesona dan terbius oleh mendayu-dayunya alunan music tersebut hingga kemudian memantik ketertarikan terhadap misi yang tersembunyi dibalik gamelan sebagai kendaraannya. Wallohu a’alam.
Yang jelas dalam perkembangannya, kini gamelan tak hanya dimainkan guna mengiringi ritual-ritual adat, pertunjukan wayang dan lain sebagainya. Namun kerap juga digunakan sebagai ‘iringan’. Termasuk mengiringi acara perayaan maulid nabi Muhammad,shimtud duroran, ataupun marhabanan. sebagaimana yang rutin berjalan di Padepokan Tapakwangu Kedung Pengilon.
Lalu bagaimana pandangan syari’at terhadap fenomena tersebut, khususnya dalam perayaan Maulid yang diiringi oleh music Gamelan?
Nah penulis mengutip komentar dari Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, yang merujuk pada kitab al-Hâwî li al-Fatâwâ, juz I, halaman 229 karangan Imam as-Suyuti, bahwa;
وأما ما يعمل فيه : فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم به الشكر لله تعالى ، من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام
والصدقة ، وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة .وأما ما يتبع ذلك من
السماع واللهو وغير ذلك : فينبغي أن يقال: ما كان من ذلك مباحا بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم : لا بأس بإلحاقه به،
وما كان حراما أو مكروها فيمنع، وكذا ما كان خلاف الأولى
“Adapun apa yang dipraktekkan dalam peringatan Maulid maka seyogyanya terbatas pada apa yang menunjukkan rasa syukur kepada Allah Ta’ala semisal apa yang telah disebutkan sebelumnya berupa membaca al-Qur’an, memberi makan orang miskin, sedekah dan mendendangkan suatu puji-pujian untuk Nabi dan pujian yang mengajak pada kezuhudan yang menggerakkan hati untuk melakukan kebaikan dan amal akhirat. Adapun hal yang mengiringinya yang berupa mendengarkan nyanyian atau adanya senda gurau dan semacamnya maka seyogyanya dikatakan bahwa apa yang tergolong mubah yang sekiranya menunjukkan kebahagiaan di hari itu, maka tak mengapa disertakan dengan perayaan Maulid. Adapun sesuatu yang haram atau makruh, maka terlarang disertakan, demikian juga yang khilâf al-awla”.
Dari pernyataan berikut, lantas bisa diambil kesimpulan, bahwa sepanjang muatan perayaan maulid tidak menabrak batas-batas syari’at, maka tak jadi masalah. Pun dengan iringan gamelan, yang sama halnya dengan rebana. Yakni, nyata-nyata dimanfaatkan guna membumbui dan memeriahkan berlangsungnya acara, apalagi ditambah dengan niatan sebagai syi’ar atau narasi budaya, ditengah gempuran hebat budaya asing yang membanjiri tlatah nusantara lewat beragam media.
. Wallohu a’lam