Stigma yang melekat pada dan pemilik keris sudah sangat-sangat miris. Pelakunya adalah mereka yang merasa paling beragama hingga agama dijadikan alat untuk memonopoli dan menguasai kepentingan-kepentingan golongan. Padahal secara filosofis, keris menjadi representasi nilai-nilai artistik dari nilai keislaman dan itu mustahil dilepaskan.
Spirit keislaman yang diterjemahkan ke dalam konsep kultur budaya lokal menjadi lahirlah keris. Sama halnya seperti di era Kanjeng Nabi kita semua mengenal Pedang.
Maka atas dasar ide, konsep dan gagasan yang sama, hanya saja proses kreatifnya yang melintasi kultur serta budaya yang berbeda, jadilah rupa ekspresinya beraneka.
Sayangnya, kita terlanjur malas untuk belajar, terlanjur malu untuk mengakrabi apa yang sebenarnya milik kita, atau mungkin terlalu terbuai oleh angin-angin surga yang berhembus dari luar. Kita terlalu inferior hingga malu untuk mengaku dan dengan dada membusung; IKI LOH AKU.
.
Maka, yuuuk mari kita sinau lagi, mengenal dan mengakrabi Tosan Aji