Pengajian Tumpengan dan Istighosah Malam Jum’ah Manis: “MANISAN,” Tradisi Wong Jawa
Tradisi di Jawa selalu memiliki nilai filosofis yang mendalam. Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah Pengajian Tumpengan dan Istighosah di Malam Jum’ah Manis. Tradisi ini, yang dikenal dengan sebutan “MANISAN,” adalah sebuah ritual yang dijalankan oleh masyarakat Jawa untuk memohon keberkahan, keselamatan, dan ketenangan hidup.
Pengajian Tumpengan: Simbol Kebersamaan dan Syukur
Tumpengan adalah bagian yang tak terpisahkan dari berbagai ritual keagamaan di Jawa. Nasi tumpeng, yang berbentuk kerucut dan dikelilingi lauk-pauk, menjadi simbol dari hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan (hubungan ke atas) dan hubungan horizontal antar sesama manusia (hubungan ke samping). Dalam acara pengajian, tumpeng disajikan sebagai bentuk syukur atas segala nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT.
Acara pengajian tumpengan ini biasanya dimulai dengan doa bersama, di mana para jamaah berkumpul untuk mengaji dan mendengarkan ceramah agama. Setelah itu, nasi tumpeng dipotong dan dibagikan kepada semua hadirin sebagai simbol keberkahan dan kebersamaan. Tidak hanya sebagai bentuk rasa syukur, tumpengan juga menjadi sarana silaturahmi, mempererat hubungan sosial di antara warga masyarakat.
Istighosah Malam Jum’ah Manis: Memohon Perlindungan dan Ketenangan
Istighosah merupakan bentuk doa bersama yang memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah. Di Jawa, istighosah sering dilakukan pada malam Jum’ah Manis, yaitu malam Jumat yang bertepatan dengan pasaran manis dalam penanggalan Jawa. Malam ini dianggap istimewa dan diyakini memiliki energi spiritual yang kuat. Oleh karena itu, umat Muslim Jawa sering memanfaatkan malam ini untuk melakukan ibadah tambahan seperti dzikir, sholawat, dan doa bersama.
Dalam tradisi “MANISAN,” istighosah malam Jum’ah Manis dilakukan dengan penuh kekhusyukan. Jamaah berkumpul di masjid atau rumah-rumah warga untuk berdoa memohon ampunan, keselamatan, dan rahmat dari Tuhan. Suara dzikir yang mengalun pelan, dipadu dengan suasana malam yang tenang, menciptakan suasana batin yang damai.
“MANISAN”: Tradisi Luhur yang Terjaga
Istilah “MANISAN” merujuk pada tradisi yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa. Di balik kesederhanaannya, tradisi ini mengandung nilai-nilai luhur yang meliputi kebersamaan, kepasrahan, dan ketaatan kepada Tuhan. Acara ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk ibadah, tetapi juga menjadi cara masyarakat untuk menjaga hubungan sosial dan kultural di antara mereka.
Dalam konteks masyarakat modern, “MANISAN” tetap dipertahankan karena dianggap sebagai warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Meskipun zaman terus berubah, tradisi ini tetap relevan sebagai bentuk manifestasi spiritual dan kultural masyarakat Jawa.
Penutup
Pengajian tumpengan dan istighosah malam Jum’ah Manis adalah salah satu wujud dari kearifan lokal yang kaya akan makna. Melalui ritual ini, masyarakat Jawa mengekspresikan rasa syukur, memohon perlindungan, serta mempererat hubungan antar sesama. Tradisi “MANISAN” menjadi bukti bahwa dalam kehidupan yang serba modern ini, masyarakat Jawa tetap menjaga nilai-nilai leluhur yang sarat akan spiritualitas dan kebersamaan.
Live Youtube Klik https://s.id/livepadepokantapakwangukedungpengilon
Dibaca 31x